Manggarai, FN – Beamese adalah sebuah Desa yang terletak di bagian timur Kecamatan Cibal, Kabupaten Manggarai, Fkores, Nusa Tenggara Timur.
Tidak jauh dari Ibu Kota Pagal, Beamese memiliki segala hal yang nyaris melengkapi keindahannya.
Kondisi infrastruktur jalan raya yang bagus dari Perak menuju Beamese serta pemandangan indah di sudut lereng gunung membuat Beamese berbeda dengan desa yang lain.
Namun, Desa yang berpenduduk kurang lebih sekitar dua ribuan jiwa itu ternyata masih memiliki masalah krusial.
Pastor Paroki Santu Antonius Padua Ri’i RD. Tarsisius Syukur, Pr mengungkapkan, masalah krusial yang sedang dihadapi umat di parokinya adalah masalah stunting.
Data terakhir tentang stunting di Beamese, kata RD Tarsisius, mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hal tersebut tentu menjadi problem krusial bagi umat di Paroki Santu Antonius Padua Ri’i
“Data per bulan maret 2023 ada 250 stunting kemudian pada bulan september naik signifikan berdasarkan data dari puskesmas” kata RD Tarsisius.
Ia juga bilang, masalah stunting itu menjadi bukti bahwa Beamese masih jauh dari keterbelakangan soal gizi, sehingga ia meminta semua pihak terlibat aktif untuk menunjukan rasa kepedulian.
Lebih lanjut mantan Pastor Paroki Ketang ini mengatakan, jika berbicara tentang stunting ia selalu bertanya itu perspektif siapa? Karena ketika pihaknya mendapat data stunting dan menyampaikan itu kepada keluarga penderita, tanggapan mereka biasa-biasa saja.
“Jadi omong stunting itu kita dari luar, bukan mereka yang sebagai penderita karena bagi mereka stunting tidak dilihat sebagai sebuah persoalan” pungkas RD Tarsisius mengaku sedikit kesal jika berbicara stunting ke umatnya.
Atas dasar itu menurutnya persoalan utamanya adalah paradigma atau cara berpikir masyarakat yang kurang paham terhadap masalah stunting.
Karena itu jika semua pihak setuju untuk mengatasi masalah stunting di Beamese, maka yang hal utama yang harus dilakukan adalah dengan memberikan sosialisasi dan edukasi serta penguatan spiritual kepada masyarakat.
Baru-baru ini, sambung RD Tarsisius, ia pernah menyelenggarakan sebuah rekoleksi dengan menghadirkan kepala desa, perangkat desa, para petugas kesehatan, para kader posyandu dan orang tua stunting untuk memberikan pencerahan.
“Itu bermaksud untuk merubah mereka punya paradigma karena percuma kalau kita bicara stunting tetapi mereka tidak paham apa itu stunting. Jadi rekoleksi itu untuk merubah paradigma mereka supaya nanti bisa konek dengan program yang kita canangkan” ungkap RD Tarsisius.
Putera asli Ranggu Kabupaten Manggarai Barat itu juga mengaku bahwa ia telah mencanangkan beberapa program untuk menangani stunting, salah satunya dengan menanam ratusan bibit tanaman holtikultura yang berjenis buah dan sayur, yakni tomat, pepaya dan buah naga.
Untuk tahap pertama kemarin ia mengundang ibu hamil dari tiga desa untuk membagi sayur holtikultura sekaligus memberi pemahaman kepada mereka tentang stunting.
Pada tahap kedua setelah panen tomat ia pun membagikannya ke masyarakat penderita stunting.
Hal ini menjadi komitmen moral seorang Tarsisius sebagai Pastor Paroki Santu Antonius Padua Ri’i yang wajib bertanggung jawab untuk umatnya.
“Ini komitmen moral saya kepada umat. Saya termasuk pihak yang dianggap turut bertanggung jawab terhadap masalah stunting di Beamese” tutur Ketua Pembina Petani Kopi Jahe Manggarai ini.
Penulis: Albertus Frederiko Davids