Manggarai, FN – Revitalisasi Pasar Ketang di Kecamatan Lelak, Kabupaten Manggarai, NTT tahun 2019 lalu telah selesai.
Saat ini, bangunan pasar itu telah dimanfaatkan oleh Pemda Manggarai sebagai tempat jual beli para pedagang dan masyarakat di Kecamatan Lelak.
Kendati demikian, uang yang menjadi hak kontraktor atas nama Marsel Damat belum dibayar Pemda Manggarai sampai di tahun 2024 ini meski sudah termuat dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran yang disusun oleh kuasa pengguna anggaran.
Kurang lebih lima tahun Marsel belum menerima uang yang menjadi haknya itu. Padahal ia telah menjalani kewajibannya sebagai kontraktor.
Dalam sebuah kesempatan wawancara bersama awak media, Marsel memberi gambaran terperinci soal proyek yang dikerjakannya itu.
Ia menyebut, pagu dana revitalisasi Pasar Ketang bersumber dari APBN sebesar Rp.852.446.000 dengan nomenklatur dana Tugas Pembantuan (TP).
Pada bulan Agustus tahun 2019 lalu ia telah menandatangani kontrak dengan empat jenis item pengerjaan, yakni Loss Pasar, Kios, WC dan tempat sampah.
Batas kontrak pengerjaan tersebut sampai pada tanggal 15 Desember 2019 sesuai dengan tahun anggaran.
Namun dalam perjalanan waktu Marsel mengaku bahwa dirinya mengalami hambatan teknis kendati pengerjaannya sudah mencapai 95 persen.
Akibat hambatan teknis itu pengerjaannya melewati batas kontrak, padahal sedikit lagi hampir selesai.
“Saat itu saya sempat mengalami hambatan teknis, gali fondasinya cukup lama karena banyak batu cadas. Pokoknya kondisi disitu tidak sesuai yang diharapkan hingga membuat pengerjaannya sedikit molor, padahal sudah 95 persen” ngaku Marsel kepada awak media, Kamis (22/2/2024).
Setelah mengetahui pengerjaannya tak sesuai batas kontrak ia pun berinisiatif mendekati Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk berkomunikasi apakah revitalisasi Pasar Ketang ini dilanjutkan atau tidak, sementara pembangunan sudah 95 persen.
Karena itu sesuai dengan prosedur yang termuat dalam Perpres, Marsel dan PPK harus menambah kalender kerja selama 50 hari. Akan tetapi sesuai kesepakatan pada waktu itu Marsel hanya diberi kebijakan sampai 30 hari saja, bukan 50 hari.
Keduanya pun akhirnya bersepakat 30 hari kerja dan dari situ Marsel langsung melanjutkan pengerjaannya sampai selesai tuntas 100 persen di akhir bulan Januari tahun 2020.
Kemudian setelah selesai kerja, proyek tersebut di PHO pada tanggal 10 Februari 2020, baik itu PHO fisik maupun PHO administrasi, mulai dari pembayaran pajak hingga galian C.
Kendati sudah di PHO anggaran yang dicairkan bukan 100 persen tetapi hanya 95 persen dengan jaminan masa pemeliharaan selama setahun ke depan.
Dari dana 95 persen itu juga ada potongan dana retensi tiap pencairan, yakni sebesar 5 persen.
“Jadi saya punya uang yang masih tertahan di pemerintah sebesar 5 persen lalu ditambah dengan 5 persen fisik jadinya 10 persen. Kalau 10 persen itu dikonversikan ke pagu anggaran jadinya 72 juta lebih. Itulah uang saya yang belum dibayar pemerintah” jelas Marsel.
Kelamaan menunggu pencarian 5 persen yang menjadi haknya itu, Marsel pun langsung berkomunikasi dengan Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Kabupaten Manggarai yang saat itu masih dipimpin Ansel Aswal.
Marsel menuntut hak 5 persen yang belum dicairkan. Tetapi jawaban Ansel Aswal saat itu pihaknya harus menyurati Kementerian karena ini dana APBN.
“Bersuratlah mereka ke Kementerian. Akhirnya turunlah berita acara dari sana yang isinya penyerahan aset. Jadi aset pasar ketang yang dibangun pakai APBN itu resmi diserahkan ke pemerintah daerah dan menjadi aset tetap. Itu lengkap berita acaranya di mereka” pungkas Marsel.
Setelah beberapa tahun Pasar Ketang dimanfaatkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Manggarai, uang Marsel tak kunjung dibayarkan.
Marsel terus menuntut haknya. Ia beberapa kali mendatangi ruangan Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Kabupaten Manggarai, baik sejak jaman Ansel Aswal, Kons maupun Dicky Jenarut.
“Jawaban para kadis saat itu sudah ditindaklanjuti ke bupati, tetapi bupati bilang tidak ada uang. Mereka saling lempar tanggung jawab. Saya hanya menuntut hak karena kewajiban saya sudah jalankan untuk negara. Itu pasar disana pemda sudah manfaatkan menjadi aset tetap hingga keuntungan memungut retribusi, tetapi hak saya tak kunjung dibayar” ungkap Marsel kesal.
Saking kesalnya, Marsel mengaku pernah menelpon langsung Kementrian UMKM untuk mengadu dan menanyakan kejelasan pencairan dana 5 persen yang menjadi haknya itu.
Merespon pengaduan Marsel, Kementerian UMKM pun langsung mengeluarkan surat yang bersifat segera meminta Kepala Dinas Penanaman Modal Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Kabupaten Manggarai untuk membayar TP karena Kementerian UMKM sudah tidak lagi mengalokasi dana TP.
Sehingga kekurangan pembayaran revitalisasi Pasar Ketang dapat diselesaikan melalui mekanisme APBD.
“Jika merujuk isi surat maka uang saya dibayar pakai APBD, bukan lagi pakai APBN karena yang sisa 5 persen itu dikembalikan ke kas negara. Saat ini Kementerian UMKM tidak lagi mencairkan TP, sehingga kekurangan pembayaran revitalisasi Pasar Ketang dapat diselesaikan melalui mekanisme APBD. Jadi uang saya 5 persen dibayar pakai APBD. Itu dasar hukumnya sesuai surat” tutur Marsel.
Menindak lanjuti surat itu, pada tahun 2023 Marsel langsung berkomunikasi dengan DPRD Manggarai. Di DPRD Marsel bertemu Matias Masir dan Edison Rihi Mone. Mereka bertiga akhirnya berdiskusi dan menemui jalan terbaik untuk Marsel.
Dalam sidang Badan Anggaran, semua anggota DPRD Manggarai akhirnya sepakat mengeluarkan surat DPPA dengan perihal permohonan pembayaran sisa pekerjaan.
Pembayaran sisa uang kontraktor itu dilakukan melalui mekanisme APBD. Artinya APBD lah yang membayar uang milik Marsel Damat itu.
Surat DPPA yang dikeluarkan DPRD bernomor 01/PPK/TP/DPMKU/2019/V/2023.
Marsel lantas memakai dasar hukum ini untuk meminta haknya ke Pemda Manggarai melalui Bupati, Badan Keuangan dan Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. Tetapi tidak digubris sama sekali.
“Sekarang wajar saya minta hak saya. Fokus saya soal surat Kementrian dan surat DPPA, karena ini final dari semua proses yang ada. Penyelesaian fisik, audit BPK, penyerahan aset, surat balasan dari Kementerian dan usulan dana sisa pekerjaan ke DPRD tahun 2023” ujar Marsel.
“Sekali lagi saya fokus disitu yah. Dicky Jenarut yang usulkan ke DPPA, Dicky juga yang bersurat ke bupati untuk lakukan audit inspektorat. Ini kan aneh” ujarnya lagi.
Menurut Marsel, selama ini terkesan ada konspirasi di antara sesama Pemda Manggarai. Kecurigaan itu muncul karena DIPA ini sudah dikeluarkan dari DPRD.
“Kok bisa dananya sampai hari ini tidak dibayar ke saya, padahal pekerjaannya sudah selesai dulu. Memang waktu itu terlambat tapi sudah masuk dalam dana luncuran. Dana luncuran ini harusnya dianggarkan di APBD perubahan. Kan begitu” tutup Marsel.
*Pemda Ngotot Tak Mau Bayar Meski Sudah Ada Dasar Hukum*
Melansir Voxntt, Pemerintah Daerah Kabupaten Manggarai melalui Plt Dinas Koperasi UKM dan Tenaga Kerja, Dicky Jenarut mengklaim bahwa alasan yang menyebabkan mereka enggan membayar karena tidak adanya dasar hukum.
“Karena ini proyek pusat, sehingga jalan yang kami ambil kemarin adalah minta pemeriksaan khusus oleh Inspektorat dan hasil pemeriksaan inspektorat, tidak ada dasar untuk pembayaran, karena bukan utang daerah,” jelasnya kepada sejumlah awak media di Ruteng pada Kamis, (22/02/2024) sore.
“Sehingga, saya punya kesimpulan terakhir saya tidak bisa mengajukan pembayaran karena kalau saya bayar tanpa dasar maka saya bisa kena. Itu jadinya temuan karena ada kerugian negara membayar sesuatu yang tidak ada dasarnya,” tambah Dicky.
Penulis: Albertus Frederiko Davids