Manggarai, FN – Raimundus Wajong, warga asal Poco Leok, menyebutkan kedatangan masyarakat yang tergabung dalam komunitas Masyarakat Adat Gendang Lungar, mendatangi kantor Badan Pertanahan kabupaten Manggarai, yang mengaku cemas terhadap status tanah warga rencana pengembangan project Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di Poco Leok, pada Selasa 4 Juli 2023 lalu, menurutnya memalukan.
Kepada media ini, Raimundus mengaku, ia bersama sejumlah pemilik lahan lainnya tidak merasa keberatan dengan lahannya untuk dijadikan project pengembangan PLTP di Poco Leok.
“Seratus persen yang menolak itu tidak punya lahan. Ini kan aneh, kami yang punya lahan malah diatur oleh orang lain. Ini cara perfikir yang tidak jernih dan memalukan sekali,” ucap Raimundus, saat ditemui di Ruteng, pada Senin (10/7/2023), siang.
Kedatangan puluhan warga yang bukan pemilik lahan pengembangan Geothermal di Poco Leok, jelas Raimundus sebuah tindakan yang memalukan, “ata ngara ndala sawi ite te lele langkang (Sibuk dengan urusan orang lain)”.
Sebenarnya kata Raimundus, yang mengajukan keberatan itu seharusnya pemilik lahan, bukan warga yang lahannya tidak masuk dalam lokasi pengembangan, “mereka sudah keliru dan salah”.
“Kalau kemudian kami selaku pemilik lahan menuntut mereka, apa hak mereka melarang pemerintah membeli tanah kami,” tegas Raimundus.
Aksi penolakan yang dilakukan sejumlah warga Lungar, kata Raimundus sudah berlebihan karena telah mengintervensi BPN agar lahan warga yang nantinya digunakan untuk project pembangunan Geothermal di Poco Leok gagal.
“Kalau mereka masih melakukan aksi penolakan, kami selaku pemilik lahan akan melaporkan mereka ke Polres Manggarai, karena telah menghasut pihak BPN sementara kami yang punya lahan tidak keberatan untuk digunakaan pemerintah,” terang Raimundus.
Penolakan pembangunan Geothermal di wilayah Poco Leok sebut Raimundus, sejak masuknya LSM JPIC SVD yang dipimpin oleh Pater Simon.
Menurut Raimundus, sejak tahun 2017, warga yang saat ini menolak pembangunan Geothermal, secara bersama -sama menghadiri sosialisasi dari pihak PT. PLN dan program tersebut sepakat untuk menerimanya.
“Waktu tahun 2017 sosialisasi, bersama dengan kelompok yang saat ini ikut melakukan penolakan pembangunan geothermal, ikut hadir dan mengatakan setuju, belum ada penolakan. Begitu masuk penetapan lokasi dan masuk tahapan pengukuran baru ada penolakan karena ada LSM JPIC masuk,” beber Raimundus.
Tadeus Sukardin, kata Raimundus, sebelum penetapan lokasi pengembangan PLTP Ulumbu di Poco Leok, ikut mendampingi PT. PLN saat melakukan survey awal.
“Tedi ikut melakukan penolakan pembangunan proyek Geothermal di Poco Leok, sejak LSM JPIC masuk ke Lungar. Warga di Lungar selalu di cerita dampak buruknya pembangunan Geothermal, sementara PLTP Ulumbu sudah belasan tahun aktif tidak ada masalah,” sebut Raimundus.
Disebutkan Raimundus, seharusnya banyak belajar dari PLTP Ulumbu, yang telah beropreasi belasan tahun, “tidak seperti yang orang-orang narasikan dampaknya buruk. PLTP Ulumbu itu sudah belasan tahun beroperasi. Orang bilang berpengaruh terhadap hasil bumi, itu bohong, nyatanya di wilayah lain juga hasil pertaniannya menurun. Janganlah menggiring opini”.