Ruteng, FN – Eufrasia Mampur ( 33) seorang warga asal Iteng, kecamatan Satar Mese, kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT) meninggal dunia usai melahirkan anaknya yang ke tiga.
Ibu yang berprofesi sebagai ASN tersebut meninggal di RSUD Ruteng diduga karena kelalaian dari petugas.
Hal ini disampaikan langsung oleh keluarga Eufrasia yakni Marselinus Mampur (38) kepada wartawan di halaman RSUD Ruteng (29/12) malam.
Marselinus mengatakan, pasien tiba di rumah sakit dalam keadaan baik dan hanya ingin melahirkan secara normal.
Sebab sebelum pasien mendatangi rumah sakit, ia telah dikontrol lengkap melalui posyandu, bahkan telah di USG oleh seorang dokter yang ada di kota Ruteng dengan hasil sehat dan baik adanya.
“Awalnya dia masuk ke RS itu normal adanya, dia jalan sendiri masuk ke ruangan bersalin tepatnya jam 3 sore. Lalu kemudian saat perawatan berjalan, pertama petugas dikasih obat perangsang kepada pasien kami sebanyak 3 kali,” kata Marselinus yang adalah saudara kandung dari almarhum.
Namun, karena pasien dalam kondisi kesakitan, Marselinus dan keluarganya meminta untuk segera ada tindakan. Lagi-lagi, petugas pun terkesan cuek atau tak ada gubris
“Lalu kami tanya, apakah harus tunggu lahir normal atau ada alternatif lain untuk pasien ini. Namun jawaban mereka ‘ pak ite (kamu) tidak tau apa-apa, kita kerja berdasarkan prosedur, dengan marah-marah,” ungkap Marselinus meniru pernyataan petugas.
Padahal lanjut dia, pihak keluarga hanya mau mengeluh dan menyampaikan terkait keadaan dan kondisi dari pasien.
“Sore hari pasien keadaanya sudah tidak sadarkan diri (pingsan). Lalu dalam keadaan huru-hara petugas akhirnya baru dorong ini pasien ke tempat operasi. Saat berjalan ke tempat operasi, satu bidan menekan badan dari pasien. Sampai disana masih belum sadarkan diri langsung dioperasi, iya kita juga tidak tau seperti apa di dalamnya yang selanjutnya dari ruangan itu mereka juga pindah pasien ke ruangan Aiciu,” ujarnya.
Kendati demikian kepada pihak rumah sakit, Marselinus pun bertanya soal penanganannya.
“Apakah prosedurnya tunggu pasien sekarat baru bisa di operasi? meski kami jujur bahwa kematian ini tuhanlah yang punya kuasa. Tetapi kita manusia hanya berusaha untuk bertahan tapi kalau prosedurnya begini, ini yang kami sesalkan kok bisa seperti ini penanganan pasien disini,” bebernya.
Senada, Alfonsius Bungkar (36) menceritakan jika pasien masuk dalam keadaan normal, namun dalam perjalanan pasien mulai merintih kesakitan. Namun kendati begitu, pihak petugas pun direspon hanyalah menyesatkan keluarga dan pasien.
“Istri saya masuknya tanggal 28 Desember, yang saya kecewa itu dari jam 12 siang, pasien sudah rasa sakit. Begitu dia teriak, beberapa bidan menyampaikan ‘jangan teriak memang begitu resikonya’ tunggu jadwal baru teriak sebantar,” ucap Alfonsius suami dari pasien itu dengan mata berkaca-kaca.
L bih lanjut kata dia, sekitar jam 5 sore, begitu keluar dan pecah dia punya air ketuban pasien pun langsung kejang.
“Disitu mereka (petugas) baru huru-hara (panik) padahal dari jam 2 dan 3 sore itu mereka tidak gubris (sama sekali tidak ada penanganan).
Padahal tambah Alfonsius, selama ini pasien masih dalam keadaan aman-aman dan normal.
Selam ini istri saya tidak ada keluhan sakit lainnya. Kemudian selama posyandu itu norma-normal saja hingga USG ke dokter pun masih normal dan sehat-sehat. Sehingga ini yang kami kecewa pelayanan di sini, artinya tunggu pasien darurat baru mereka tangani, kami kecewa sekali pak,” tutupnya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun oleh media ini, peristiwa ini juga telah di adukan ke Polres Manggarai. Sementara bayi dari almarhum Eufrasia Mampur sedang dalam perawatan di rumah sakit.
Selain itu, media juga ini belum berhasil mendapatkan keterangan dari pihak manajemen RSUD Ruteng. Meski sudah ada upaya.