Jakarta, FN – Pemerintah menyatakan telah siap untuk mempesiunkan dini dua PLTU batu bara, yakni PLTU Pelabuhan Ratu serta PLTU Cirebon-1 sebagai langkah komitmen awal untuk mencapain emisi nol bersih tahun 2060.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional, Parjiono, mengungkapkan, proses pensiun dini dua pembangkit batu bara itu dikerjakan langsung oleh PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) dan Indonesia Investment Authority (INA).
“PT SMI dan INA dalam proses uji tuntas pada proyek-proyek tersebut dengan sesuai dengan mekanisme transisi energi,” kata Parjiono dalam Seminar Workshop on Energy Transition Mechanism (ETM) Implementation, Rabu (23/8/2023).
Lebih lanjut ia menjelaskan, PLTU Pelabuhan Ratu memiliki nilai aset hingga Rp 12 triliun dengan total kapasitas pembangkit hingga 1.050 megawatt (MW). Adapun diketahui, proses pensiun ini PLTU Pelabuhan Ratu akan dilakukan melalui alih kelola kepada PT Bukit Asam (PTBA) serta PT SMI.
PTBA sebelumnya juga telah menyampaikan dengan program pensiun dini itu, masa operasional PLTU Pelabuhan Ratu akan terpangkas dari 24 tahun menjadi 15 tahun. Penurunan masa operasional tersebut akan diiringi potensi pemangkasan emisi CO2 sebesar 51 juta ton atau setara Rp 220 miliar.
Adapun PLTU Cirebon-1 berkapasitas 660 megawatt dengan total nilai investasi pembangunannya sekitar Rp 12,24 triliun.
Diketahui, Asian Development Bank (ADB) dan Indonesia juga telah menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) untuk memulai pembahasan pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara Cirebon-1. ADB bekerja sama dengan Cirebon Electric Power (CEP), PT PLN (Persero), dan Indonesia Investment Authority (INA).
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menyatakan bahwa pemerintah telah berhasil meraih pendanaan dari dana investasi iklim sebesar US$500 juta atau setara dengan Rp7,6 triliun melalui Energy Transition Mechanism (ETM) Country Platform.
Dia menyampaikan bahwa pendanaan lunak tersebut masih bisa meningkat hingga US$4 miliar.
“Dana ini akan ditingkatkan hingga US$4 miliar oleh Bank Dunia, Asian Development Bank [ADB], dan pihak-pihak lain, termasuk pemerintah Indonesia,” katanya.
Dari jumlah yang disetujui tersebut, prioritas pemerintah dalam jangka pendek akan difokuskan pada percepatan pensiun dini dua proyek dengan total 1,7 gigawatt PLTU batu bara.
Febrio menyampaikan bahwa sebagai negara berkembang, Indonesia telah mengambil peran yang sangat penting dalam transisi energi, menuju ekonomi rendah karbon.
Berdasarkan dokumen Nationally Determined Contribution (NDC), Indonesia telah menaikkan target penurunan emisi menjadi 31,89 persen pada 2030 dengan upaya sendiri dan dengan bantuan internasional 43,20 persen.
“NDC yang disempurnakan ini menunjukkan ambisi Indonesia yang lebih, yang akan selaras dengan strategi jangka panjang rendah karbon dan ketahanan iklim 2050 dengan visi untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2060 atau lebih awal,” jelasnya.