Manggarai, FN – Salah satu biara dari 12 negara adalah biara SSpSAP. Biara ini terletak di jln Ki Hadjar Dewantara, kelurahan Pau, kecamatan Langke Rembong, kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Kongregasi ini mempunyai 21 Biara di 12 Negara yang memelihara karisma visioner dan keinternasionalnya seperti; Belanda (Steyl & Utrecht), Jerman (Bad Driburg), Amerika Serikat (Philadelpia, St. Louis, Corpus Christi & Lincoln), Filipina (Baguio, Manila, Cebu, Davao, Aklan & Tagaytay), Argentina (Cordona), Brasilia (Ponta Grossa), India (Bangalore), Polandia (Nysa), Indonesia (Ruteng), Togo (Lome), Chili (Villa Alemana), Slovakia (Nitra).
Dikutip dari Instragram ‘Majus Katolik’, Biara ini dinilai biara yang di penjara karena tak boleh keluar seumur hidup. Mereka menyebutkan Biara Kontemplatif.
Biara Kontemplatif atau biasa disebut Pink Sister aslinya didirikan oleh Pastor Arnold Jansen pada tahun 1896 di Steyl-Belanda dengan nama Missionary Sister Servants of the Holly Spirit.
Kontemplatif adalah cara hidup yang mengutamakan ketenangan, perenungan, dan keterbukaan terhadap pengalaman spiritual. Kata kontemplatif berasal dari bahasa Latin contemplare yang berarti merenung dan memandang
Disini total ada 20 Suster yang seperti di Penjara dan tidak boleh keluar seumur hidup. Para suster ini mengenakan baju berwarna merah muda (Pink) simbol cinta dan doa-doa yang mereka persembahkan setiap hari di depan sakramen Maha Kudus atau melambangkan cinta dari Roh Kudus, juga lambang kegembiraan/sukacita yang menandai kegembiraan para Abdi Roh Kudus.
Kehidupan mereka dipenuhi dengan keheningan dan doa Kontemplatif, mendoakan kita semua dan membawa terang ditengah masyarakat.
“Saya Suster Maria Vienne (SSpSAP) yang hampir mengabdi 26 tahun. Kami sebagai Kontemplatif seluruhnya kami total didalam karena kami mau persembahkan hidup kami yang untuk gereja dan dunia,” ungkapnya kepada Majus Katolik yang didampingi Suster Maria Benedicta juga mengabdi 8 tahun.
Menurutnya, panggilan tersebut bukan semata hanya untuk mereka dan panggilan itu bukan dipaksa dan terpaksa
“Tetapi kami memang di panggil oleh Tuhan dan kami bebas menjawab panggilan ini. Tidak sedih, kami bahagia. Mungkin doa-doa mereka. Dan orang tua yang sudah meninggal jauh lebih mengerti daripada doa-doa kami,” ujarnya.**(FN)
Penulis : Tim Redaksi
Sumber : Majus Katolik