FN – Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu menyebut fungsi pers dalam setiap tahapan pemilu bukan sekedar memberi informasi, tapi juga mengedukasi masyarakat.
Menurut Ninik, masih banyak masyarakat di Indonesia yang kurang paham dengan sistem pemilu.
“Kita tahu di masa pemilu masih banyak masyarakat yang kurang memahami persoalan kepemiluan,” ucap Ninik Rahayu saat diskusi dengan Ketua Bawaslu RI dengan tema ‘Pengawasan Kampanye dan Berita Pemilu‘ di Kantor Dewan Pers, Rabu (9/8/2023), pekan lalu.
Ketidakpahaman masyarakat mengenai sistem pemilu, kata Ninik, bisa menjadi penyebab utama penyebaran informasi hoax hingga membuat terpolarisasinya cara berpikir dan bertindak masayarakat ketika ada perbedaan.
“Tugas media terutama media mainstream dalam konteks kepemiluan harus tetap bisa dijaga agar dapat digunakan sebagai pusat rujukan dari masyarakat yang masih memerlukan pemahaman tentang kepemiluan,” ungkap Ninik.
Sementara, Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja meminta pers menjadi arus utama untuk menangkal berita hoax di media sosial (medsos). Pasalnya, jejaring sosial dunia maya itu masih menjadi area tak bertuan.
Menurut Rahmat Bagja, saat ini hanya diwajibkan mengawasi media sosial yang dimiliki peserta pemilu. Dia yakin akun medsos peserta pemilu tidak akan menyerang peserta lain.
“Yang menjadi masalah, media sosial di luar peserta pemilu seperti buzzer dan lainnnya,” ujar Rahmat Bagja seperti dikutip dari laman resmi Bawaslu RI, Kamis (10/8/2023).
“Kami mohon kepada teman-teman media mainstream bisa jadi penangkal terhadap berita bohong di media sosial,” sambungnya
Dalam kesempatan itu, Bagja juga mempersilakan peserta pemilu untuk melakukan sosialisasi. Akan tetapi, ia menyatakan tidak boleh ada ajakan dan sosialisasi tidak boleh dilakukan di televisi.
“Sekarang saatnya teman-teman 9 tapi, tidak boleh mengajak. Begitu mengajak, mohon maaf selesai. Kalau mengajak kita akan turunkan alat peraganya,” ujarnya.